REVOLUSI HIJAU
Revolusi hijau adalah usaha manusia dalam meningkatkan produksi pangan atau makanan dengan jalan melakukan pengembangan pada teknologi pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kesejahteraan penduduk dunia. Bahan makanan atau pangan yang termasuk dalam revolusi hijau adalah yang termasuk dalam kelompok serelia atau sereal/cereal yaitu seperti beras, gandum, sagu, kentang, jagung, dan lain sebagainya.
Revolusi biru adalah usaha manusia dalam meningkatkan produksi pangan atau makanan dengan jalan meningkatkan produksi pangan yang berasal dari laut (sumber daya laut). Sumber daya laut dapat dibagi menjadi dua macam atau jenis antara lain ialah :
- sumber laut hayati / biotik, contohnya seperti tumbuhan laut seperti alga, plankton, rumput laut, dan lain sebagainya. Hewan laut seperti ikan, udang, cumi-cumi, gurita, sotong, kuda laut, kerang, dan lain-lain.
- sumber daya non hayati / abiotik, contohnya seperti garam mineral, energi laut, endapan nodul untuk bahan industri, dan lain sebagainya.
- sumber laut hayati / biotik, contohnya seperti tumbuhan laut seperti alga, plankton, rumput laut, dan lain sebagainya. Hewan laut seperti ikan, udang, cumi-cumi, gurita, sotong, kuda laut, kerang, dan lain-lain.
- sumber daya non hayati / abiotik, contohnya seperti garam mineral, energi laut, endapan nodul untuk bahan industri, dan lain sebagainya.
Dalam revolusi hijau terjadi pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan dengan cara mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju.
Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah berjalan sejak 1960-an. Di Indonesia revolusi hijau diintensifikasikan melalui pasca usaha tani yaitu dengan teknik pengolahan lahan pertanian, pengaturan irigasi, pemupukan, pemberantasan hama, penggunaan bibit unggul.
Dengan adanya gerakan revolusi hijau, produksi padi dan gandum di Indonesia meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras. Namun swasembada pangan tersebut hanya mampu bertahan dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah.
Permasalahan yang muncul akibat dari revolusi hijau adalah sebagai berikut:
a. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
b. Penurunan keanekaragaman hayati.
c. Makanan dan minuman hasil pertanian yang mengandung residu pestisida tidak baik untuk kesehatan dan pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker.
d. Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur kimia dan biologi tanah.
e. Tanah mengandung residu (endapan pestisida)
f. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.
g. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
h. Penggunaan pestisida menyebabkan terjadinya peledakan hama. Suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan pembuatan pestisida karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama kebal.
i. Penggunaan pestisida mengakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan.
j. Bahan pestisida merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang tertentu.
Revolusi Hijau bahkan telah mengubah hakekat petani dimana sebelumnya petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Namun dalam revolusi hijau, petani tidak boleh membiakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia yang membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.
Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.
Dengan demikian telah terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia dan Revolusi Hijau di Indonesia tidak selalu mensejahterakan petani padi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar